Bukan rahasia lagi jika setiap hari di dalam kehidupan manusia selalu terjadi pertempuran antara pikiran dan perasaan, selalu saja terjadi konflik yang tak bisa dielakan antara pikiran dan perasaan. Banyak diantara kita yang menyadari hal tersebut, dan ketikan menyadari terjadinya konflik antara pikiran dengan perasaan tersembul sebuah pertanyaan “Bagaimana cara mengatasi konflik pikiran dan persaan tersebut?”
Melalui lembaran buku “Cinta yang Mencerahkan – Gayatri Sadhana” Anand Krishna memberikan cara untuk mengatasi konflik antara pikiran dan persaan, mari sama-sama kita simak apa yang Beliau jelaskan di dalam buku melalui kutipan berikut ini.
Maanasa atau Mana – kaitannya dengan lapisan mental/emosional, dengan pikiran dan perasaan. Ada pula yang hidup dengan mengandalkan pikiran dan perasaan belaka. Bagi mereka pikiran dan perasaan itulah segalanya, otak itu segalanya. Kadang kalau sedang asyik baca buku, seorang kutu buku bisa lupa makan, lupa minum, bahkan lupa tidur… Raga bisa terlupakan karena urusan pikiran…. Dan, pikiran bisa terlupakan karena urusan perasaan. Pikiran menjadi tidak jernih karena kabut lebat perasaan menutupinya.
Pikiran dan perasaan dua-duanya membutuhkan otak sebagai kendaraan. Jadi, tidak heran bila dua-duanya sering bertengkar dan bersaing untuk menguasai otak. Kadang pikiran menang dan menjalankan kendaraan otak, kadang perasan menang dan mengambil alih kendali. Pikiran dan perasaan ibarat dua saudara yang tinggal serumah, dan masih mengharapkan fasilitas dari orang tua mereka. Bayangkan… hanya ada satu mobil, satu kendaraan di rumah itu. Dan, dua-duanya ingin menggunakannya. Dua-duanya punya janji dengan ‘dunia’. Akibatnya, pertengkaran dan persaingan pun tak terhindari.
Bagaimana mengatasi konflik antara pikiran dan perasaan? Bagaimana mempertahankan diri supaya tidak menjadi gila, supaya tidak kehilangan kewarasan? Kembangkan bhava, bhavanaa, inner feeling – rasa terdalam. Rasa terdalam tidak butuh otak. Otak justru membutuhkannya supaya ia bertahan hidup. Ketika rasa terdalam ini berkembang, atau lebih tepatnya, muncul di permukaan sebagai penguasa maka pertikaian antara perasaan dan pikiran berhenti seketika. Persis seperti dua orang pegawai yang sedang bertengkar didatangi oleh majikan mereka. Pertengkaran mereka berhenti. Pertengkaran terjadi karena atasan mereka tidak hadir. Hadirnya atasan mengakhiri pertikaian dan pertengkaran.
Apakah setelah rasa terdalam muncul pikiran dan perasaan beristirahat? Tidak juga. Mereka tetap bekerja, bahkan bekerja dengan baik, lebih teliti, lebih sigap. Karena sekarang mereka sadar bila sang majikan, sang atasan sedang mengatasi setiap gerak-gerik mereka. Selama rasa terdalam belum muncul, pikiran dan perasaan seolah lepas kendali. Persis seperti dua orang pegawai, atau pembantu yang sedang berpesta pora karena tidak ada yang mengawasi mereka.